Kapal pembawa paket ekspedisi. Foto: Istimewa

Maraknya aktivitas kapal ekspedisi ‘hantu’ yang masuk wilayah Karimun tampaknya makin bebas. Keberadaanya pun seakan tidak terdeteksi oleh aparat.

Hal ini tidak terlepas dari keberadaan pelabuhan tidak resmi yang menjadi lokasi sandarnya kapal-kapal pembawa barang logistik.

Jika melihat kemampuan yang dimiliki aparat terkait baik secara perangkat maupun SDM, hampir mustahil jika aktivitas kapal ekspedisi ini tidak bisa terdeteksi.

Salah satu kawasan yang marak terjadinya aktivitas bongkar muatan dari kapal ekspedisi berada di Kecamatan Meral.

“Kapal-kapal barang yang datang dari Batam setiap hari sandar di kawasan itu,” kata seorang warga sekitar, Ziko, saat dihubungi media ini dari Batam.

Tidak hanya aktivitas over-bongkar barang muatan, pelabuhan tidak resmi tersebut juga harus diawasi secara ketat oleh aparat terkait.

Sebab selain dapat dijadikan untuk menyelundupkan barang-barang paket, juga berpotensi adanya pelanggaran pajak, karena umumnya barang yang dibawa berasal dari wilayah Batam.

Merujuk pada regulasi pemerintah, kepemilikan pelabuhan pribadi atau dermaga khusus dikenakan beban Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Hal itu sesuai dengan kajian UU No 17 tentang pelayaran dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang pelabuhan serta Peraturan Menteri (Permen) Perhubungan No 5 tahun 2011 tentang terminal khusus dan terminal untuk kepentingan sendiri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *